Selasa, 25 Februari 2014

MARKETING PERPUSTAKAAN



Marketing
Terdapat banyak definisi tentang marketing, salah satunya yang dikemukakan oleh Kotler (1997 : 9), sebagai berikut : “Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manejerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar produk yang bernilai dengan pihak lain”


Dengan demikian pemasaran adalah pertukaran dimana unsur yang mempunyai nilai dipertukarkan antara produsen dengan konsumen: suatu cara untuk mendapatkan hubungan yang saling menguntungkan antara perpustakaan dengan pesmustakanya. Proses pemasaran merupakan rankaian kegiatan yang berawal dari analisa pemustaka untuk menentukan kebutuhannya dan berlanjut pada komunikasi yang dibangun oleh perpustakaan dengan pemustaka dalam hubungan dengan penyajian produk untuk memenuhi kebutuhan yang telah diidentifikasi. Selanjutnya terdapat beberapa kegiatan kunci yang harus dilakukan dalam marketing, yaitu :
1.      Melakukan riset dan analisis tentang kondisi pasar yang ada, dimana perpustakaan dapat menawarkan layanannya.
2.      Mewngidentifikasi kebutuhan dan keinginan pasar, serta apa saja yang sudah terpenuhi.
3.      Melakukan analisis kekuatan dan kelamahan perpustakaan, baik pada sumber daya manusia maupun sumber-sumber lainnya, serta bidang keahlian khusus yang dimiliki.
4.      Memahami kompetisi yang ada.
5.      Merancang penawaran layanan yang menggambarkan kemampuan dan kekuatan perpustakaan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pengguna sasaran.
6.      Membuat pengguna actual dan potensial tahu tentang adanya layanan perpustakaan yang ditawarkan.
7.      Melakukan monitor dan pengukuran kepuasan pengguna pada layanan perpustakaan yang ditawarkan.

Strategi Marketing
Dalam strategi marketing terdapat beberapa elemen kunci, yaitu :
1.   Melakukan riset tentang siapa pengguna perpustakaan, layanan seperti apa yang mereka inginkan, dan keuntungan apa yang mereka harapkan dengan menggunakan perpustakaan.
2.   Melakukan riset dan analisis tetang kekuatan, kelemahan perpustakaan dan kesempatan yang ada serta layanan-layanan yang telah tersedia.
3.   Melakukan riset tentang kekuatan dan kelemahan dari kompetisi yang ada.
4.   Memahami perbedaan-perbedaan yang nyata antara perpustakaan dengan pesaingnya.
5.   Melakukan posisioning yaitu menanamkan kesan tentang perpustakaan dan layanan yang disediakan.
6.   Membuat identitas lembaga yang menggambarkan citra yang diharapkan.
           
Kegiatan Marketing
1.   Menetapkan Tujuan
Dalam melakukan kegitan harus ditetapkan tujuan yang jelas, seringkali dalam kegiatan marketing terdapat beberapa tujuan. Jika terdapat beberapa tujuan maka harus ditetapkan prioritas.
2.   Marketing Mix (Bauran Pemasaran)
    Corral (1999 : 243) menyatakan, bahwa marketing mix  adalah seperangkat unsur pemasaran yang  dapat dikendalikan oleh organisasi. Fungsinya adalah untuk mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi dan dikontrol dengan melihat kebutuhan secara individual dan kolektif agar tujuan pemasaran dapat berhasil. Hal ini dilakukan dengan kerangka kerja untuk mempertimbangkan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi penggunaan layanan suatu organisasi.
Pada tahun 1990an Kotler memperkenalkan konsep baru  dari sebuah paradigma pengguna, yaitu paradigma 4C (yang merupakan buyer paradign) yang menggantikan paradigma 4P yang secara umum sebagai paradigma pemasar (seller’s paradigm). Hal tersebut dikatakan akan bermanfaat bagi pustakawan dan profesi informasi. Perubahan strategi dan pendekatan 4C yang disampaikan oleh Kotler menjadi sebuah bauran yang lebih mudah diterima oleh kalangan pustakwan dan professional informasi.
                Perubahan dari paradigma 4P menjadi 4C, menurut Saez (1993 : 39) adalah sebagai berikut :
  1. Product menjadi value to Client or User, Costumer value.
  2. Price menjadi Cost to the costumer and includes time and energi cost.
  3. Place menjadi Convinience.
4.       Promotion menjadi Communication.

Penerapan Bauran Pemasaran  dalam Pelayanan Perpustakaan 
Sebagaimana telah diungkapkan di atas, meskipun  dikatakan sebagai organisasi nirlaba, perpustakaan sebagai sebuah organisasi yang memberikan pelayanan kepada pemustaka, tetaplah dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang baik. Sebuah pelayanan di perpustakaan dapat dinilai baik, apabila pelayanan tersebut dapat memberikan nilai kepuasan bagi pemustakanya.

Sebagai sesuatu yang terkadang tidak disadari oleh para pengelola perpustakaan, perpustakaan dapat dikatakan sebagai “perusahaan” yang secara tidak langsung “menjual” jasanya kepada pemustaka. Sebagai sebuah “perusahaan” yang menjual jasa kepada pemustaka, perpustakaan dituntut untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumennya yang dalam hal ini adalah pemustaka.
 
 Banyak hal yang dapat dilakukan oleh perpustakaan untuk dapat memberikan kepuasan kepada pemustaka. Salah satu hal yang dapat diberikan oleh perpustakaan untuk dapat memberikan kepuasan kepada pemustaka adalah dengan memberikan pelayanan yang baik kepada mereka. Adanya penerapan sebuah konsep layanan yang berorientasi kepada pemustaka sangatlah diperlukan, karena fungsi dari lembaga informasi adalah untuk mendekatkan kebutuhan pemustaka. Lembaga informasi/ perpustakaan memiliki tugas untuk memfasilitasi, bukan untuk mensabotase kebutuhan pengguna (Raddom, 1996 : 112).

Dalam dunia pemasaran dikenal sebuah konsep yang dikenal dengan bauran pemasaran dengan paradigma 4C, yaitu sebuah konsep pemasaran yang berorientasi kepada konsumen dalam menjual produknya. Apabila diterapkan di perpustakaan, produk yang dijual dalam hal ini adalah jasa yang diberikan oleh perpustakaan kepada pemustaka. Salah satu bentuk jasa dalam hal ini adalah pelayanan informasi yang diberikan perpustakaan kepada pengguna.
 
Bauran pemasaran (marketing mix) juga dikenal sebagai kelompok kiat pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk mencapai target market. Fungsinya adalah untuk mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasinya. Konsep bauran pemasaran tidak mutlak milik perusahaan atau organisasi bisnis, tetapi juga dapat diterapkan pada perpustaka.
Dinyatakan oleh Corral (1999 : 247), bahwa dalam  proses pemasaran, akan menyentuh elemen-elemen pemasaran dari hari ke hari, misalnya interaksi antara pustakawan dengan dengan pemustaka, termasuk disini adanya penyediaan waktu untuk mengadakan pertemuan dengan pemustaka. Ada beberapa kegiatan perpustakaan yang secara eksplisit terkait dengan proses pemasaran misalnya survey perilaku pemustaka dan lainya.
 
Bauran pemasaran (marketing mix) dengan paradigma 4C yang terdiri dari costumer value, cost to the costumer, convenience dan communication. Konsep tersebut saling berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan yang maksimal. Berikut ini diuraikan bauran pemasaran 4C dalam perpustakaan sebagai berikut :
1.       Costumer value
Pemustaka akan menilai kebutuhannya dapat terpenuhi atau tidak di perpustakaan, dengan demikian costumer need and want pemustaka merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan sebuah produk atau jasa di perpustakaan. Suatu perpustakaan harus menetapkan sistem-sistem yang akan membantu peluncuran produk-produk baru yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan pemustaka. Misalnya pengadaan pelayanan sore sampai dengan malam hari, seharusnya benar-benar merupakan keinginan dan kebutuhan dari pemustaka. Dalam hal tersebut penilaian pemustaka merupakan pandangan yang menguntungkan dan merupakan salah satu kunci dalam pemasaran perpustakaan. Perpustakaan harus dapat memenuhi kebutuhan kognitif dari para pemustaka, hal ini berkaitan erat dengan dengan kebutuhan untuk memperkuat informasi, pengetahuan, dan pemahaman seseorang  terhdap lingkungannya.
Kebutuhan tersebut di atas harus menjadi perhatian pihak perpustakaan, karena menyangkut pada hasrat atau keinginan seseorang untuk memahami dan menguasi lingkungannya. Selain itu, kebutuhan tersebut juga dapat memberikan kepuasan atas hasrat keingintahuan dan penyelidikan seseorang (Yusup, 2009 : 338).
Dalam penerapan konsep ini, haruslah ada sesuatu hal yang dapat memberikan nilai lebih bagi pemustaka pada saat memanfaatkan layanan di perpustakaan. Pemustaka sebagai customer perpustakaan semestinya mendapatkan nilai yang lebih ketika mereka mencukupi kebutuhan informasinya di perpustakaan, seperti jam layanan yang lebih panjang ketika perpustakaan membuka layanan sore hari. Dengan adanya nilai lebih yang diberikan oleh perpustakaan diharapkan akan berdampak pada meningkatnya tingkat kepuasan pemustaka ketika memanfaatkan layanan di perpustakaan
2.       Cost to the Costumer
Sudut pandang tentang kegiatan pemasaran di perpustakaan adalah bahwa kegiatan tersebut dimulai dengan pemustaka dan persepsinya tentang biaya dan keuntungan yang diperoleh dari perilaku yang diinginkan perpustakaan. Pemustaka menyeimbangkan perolehan keuntungan dari tindakan yang dilakukan dengan biaya yang dikeluarkan. Pembayaran dengan sejumlah uang hanyalah salah satu bentuk dari pengorbanan atau harga dalam makna ekonomi tradisional.
Harga akan selalu berhubungan dengan  biaya pelanggan yang akan ditentukan, oleh sebab itu, perpustakaan harus mempertimbangkan keseimbangan informasi yang diberikan dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemustaka. Dalam menentukan harga informasi haruslah selalu berdasar pada analisis kemampuan dan kelemahan pemustaka dalam segi ekonomi, dan sosial budaya terutama minat baca masyarakat berimbang dengan perpustakaan sebagai lembaga pemberi jasa. Bila tidak terpenuhi, perpustakaan sebagai lembaga informasi bisa ditinggalkan oleh pemustakanya.
Dalam penerapan konsep ini, perpustakaan sebagai penyedia jasa layanan haruslah dapat secara cermat menghitung besaran biaya yang dapat dikenakan kepada pemustaka ketika mereka memanfaatkan jasa layanan di perpustakaan.
Contoh penerapan dari konsep ini adalah jasa layanan pinjam antar perpustakaan. Dengan adanya jasa tersebut dapat lebih menghemat waktu dan biaya yang harus dikeluarkan
Dari uraian di atas jelas bahwa perpustakaan harus dapat memberdayakan sumber-sumber informasi baik yang ada didalam maupun di luar perpustakaan, dengan demikian diharapkan perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan pemustaka sesuai dengan keinginannya.
3.       Convenience
Untuk membuat suatu pertukaran, para pemasar harus mampu membuat kontak langsung maupun tidak langsung dengan konsumen sasaran. Untuk masalah produk, hal berarti bahwa barang-barang tersebut harus disampaikan dan didekatkan secara fisik. Untuk  pelayanan, berarti membuat pelayanan tersebut tersedia di saat dan di tempat konsumen menggunakannya.
Dalam kasus pemasaran perpustakaan, dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a.      Lokasi gedung yang strategis
Gedung perpustakaan hendaknya berlokasi di tengah-tengah lingkungan masyarakat agar mudah diakses.
b.     Penempatan Perabotan dan fasilitas
Perabotan dan fasilitas perpustakaan hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga dapat memperlancar aktivitas yang ada di perpustakaan.
c.       Penempatan bahan perpustakaan/sumber informasi
Penyusunan dan penempatan bahan perpustakaan di rak diatur secara sistematis dengan menggunakan standar yang ada. Dengan penataan yang sistematis akan mempermudah dalam penempatan dan penembuan kembali informsi/sumber informasi.
Dalam penerapan konsep ini, perpustakaan juga harus dapat melihat dari kacamata pemustaka sebagai customernya. Perpustakaan harus dapat melihat  kemampuan pemustaka untuk dapat mengakses sumber-sumber informasi yang ada. Sebagai sebuah “perusahaan” yang berorientasi kepada kepuasan “customer”, perpustakaan haruslah dapat lebih mendekatkan diri kepada pemustaka dalam hal akses sumber-sumber informasi yang dimilikinya. Adanya kemudahan untuk dapat mengakses sumber-sumber informasi yang ada, secara tidak langsung akan dapat meningkatkan tingkat kepuasan pemustaka sebagai customer dari perpustakaan.
4.       Communication
Komunikasi bukanlah suatu yang dapat diabaikan oleh organisasi nirlaba, segala hal tentang organisasi, produk, staf, fasilitas, dan tindakkan mengkomunikasikan sesuatu. Setiap organisasi seharusnya memeriksa gaya, kebutuhan dan kesempatan komunikasinya serta mengembangkan sutau program komunikasi yang dapat berpengaruh secara positif dari segi biaya.
Tanggung jawab komunikasi suatu organisasi mempunyai sasaran yang luas, namun komunikasi dalam konteks pemasaran lebih ditekankan pada aspek promosi, bagaimana agar jasa dan layanan perpustakaan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pengguna.
Termasuk bentuk komunikasi dalam kaitannya dengan kegiatan promosi adalah penampilan fisik, kecepatan proses dan penampilan/performans dari staf perpustakaan, seperti berikut :
a.       Penampilan fisik
Walaupun perkembangan teknologi informasi dan komunkasi sudah demikian pesat, tapi proses “konsumsi” jasa perpustakaan hingga saat ini masih berlangsung di gedung perpustakaan. Oleh karena itu untuk menciptakan rasa nyaman bagi pengguna. Perlu sekali diciptakan ruangan yang bersih, ditata dengan rapi, serasi dan menarik. Tersedianya fasilitas gedung  yang terawat dan terjaga dengan baik seperti penerangan, serta fasilitas umum seperti mushola, toilet. Penataan ruang yang baik  menuntut perhatian yang terus menerus.
b.      Kecepatan proses
Perpustakaan sebagai penghasil jasa informasi, memiliki ciri yang khas yang berbeda dari organisasi penghasil barang. Pada organisasi penghasil barang, proses berbeda jauh dari konsumen karena dilakukan di dalam pabrik. Konsumen menerima hasil akhir lewat distributor-distributor.
 Pada organisasi penghasil jasa seperti perpustakaan proses produksi dan konsumsi jatuh pada saat yang sama. Pustakawan perlu memahami dengan benar bahwa justru proses produksi itulah yang dijual. Keseluruhan sistem berlangsung seperti kebijakan, prosedur, aliran informasi, keterlibatan pemustaka dalam penyelenggaraan jasa, akan sangat berpengaruh terhadap kesan yang diperoleh pemustaka. Oleh sebab itu kelancaran dalam keseluruhan proses harus terus menerus disempurnakan.
c.       Kinerja pustakawan
Pihak yang mengerjakan proses dan menghasilkan jasa layanan adalah pustakawan yang secara langsung berhadapan dengan pemustaka. Sehingga dikatakan bahwa variable inilah yang terpenting. Para pustakwan harus berperilaku professional. Perilaku professional dapat terwujud, jika mereka memiliki keahlian/keterampilan pemasaran, komunikasi dan lain-lainnya serta memiliki jiwa seni (art), semangat melayani yang konsisten atau berdedikasi dan berwawasan maju.
Konsep tersebut adalah bagian terpenting dalam penerapannya di perpustakaan. Komunikasi menjadi bagian terpenting ketika perpustakaan memberikan pelayanan kepada pemustaka. Adanya komunikasi yang baik ketika memberikan pelayanan kepada pemustaka menjadi kunci keberhasilan dalam sebuah layanan di perpustakaan. Dalam penerapan konsep ini, pustakawan menjadi kunci pokok berhasil atau tidaknya   komunikasi yang dibangun oleh perpustakaan dengan pemustaka.
Konsep kegiatan pemasaran di perpustakaan seperti tersebut di atas, kemudian akan membawa dampak terbentuknya brand  tentang perpustakaan. Brand sangat penting bagi perpustakaan agar perpustakaan dapat tetap eksis di masyarakat.



Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran. Jakarta : PT Prenhallindo.

Kotler, Philip, Andreasen, Alan R. 1995. Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba. Yogyakrata : Gadjah Mada University Press.

Saez, Eileen E. de. 1993. Marketing Concepts for Libraries and Information Sevices. Library Association.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar