Marketing
Terdapat
banyak definisi tentang marketing, salah satunya yang dikemukakan oleh Kotler
(1997 : 9), sebagai berikut : “Pemasaran adalah suatu proses sosial dan
manejerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar produk yang bernilai
dengan pihak lain”
Dengan
demikian pemasaran adalah pertukaran dimana unsur yang mempunyai nilai
dipertukarkan antara produsen dengan konsumen: suatu cara untuk mendapatkan
hubungan yang saling menguntungkan antara perpustakaan dengan pesmustakanya.
Proses pemasaran merupakan rankaian kegiatan yang berawal dari analisa
pemustaka untuk menentukan kebutuhannya dan berlanjut pada komunikasi yang
dibangun oleh perpustakaan dengan pemustaka dalam hubungan dengan penyajian
produk untuk memenuhi kebutuhan yang telah diidentifikasi. Selanjutnya terdapat
beberapa kegiatan kunci yang harus dilakukan dalam marketing, yaitu :
1. Melakukan
riset dan analisis tentang kondisi pasar yang ada, dimana perpustakaan dapat
menawarkan layanannya.
2. Mewngidentifikasi
kebutuhan dan keinginan pasar, serta apa saja yang sudah terpenuhi.
3. Melakukan
analisis kekuatan dan kelamahan perpustakaan, baik pada sumber daya manusia
maupun sumber-sumber lainnya, serta bidang keahlian khusus yang dimiliki.
4. Memahami
kompetisi yang ada.
5. Merancang
penawaran layanan yang menggambarkan kemampuan dan kekuatan perpustakaan,
sehingga mampu memenuhi kebutuhan pengguna sasaran.
6. Membuat
pengguna actual dan potensial tahu tentang adanya layanan perpustakaan yang
ditawarkan.
7. Melakukan
monitor dan pengukuran kepuasan pengguna pada layanan perpustakaan yang
ditawarkan.
Strategi
Marketing
Dalam
strategi marketing terdapat beberapa elemen kunci, yaitu :
1. Melakukan
riset tentang siapa pengguna perpustakaan, layanan seperti apa yang mereka
inginkan, dan keuntungan apa yang mereka harapkan dengan menggunakan
perpustakaan.
2. Melakukan
riset dan analisis tetang kekuatan, kelemahan perpustakaan dan kesempatan yang
ada serta layanan-layanan yang telah tersedia.
3. Melakukan
riset tentang kekuatan dan kelemahan dari kompetisi yang ada.
4. Memahami
perbedaan-perbedaan yang nyata antara perpustakaan dengan pesaingnya.
5. Melakukan
posisioning yaitu menanamkan kesan tentang perpustakaan dan layanan yang
disediakan.
6. Membuat
identitas lembaga yang menggambarkan citra yang diharapkan.
Kegiatan
Marketing
1. Menetapkan
Tujuan
Dalam
melakukan kegitan harus ditetapkan tujuan yang jelas, seringkali dalam kegiatan
marketing terdapat beberapa tujuan. Jika terdapat beberapa tujuan maka harus
ditetapkan prioritas.
2. Marketing
Mix (Bauran Pemasaran)
Corral (1999 : 243) menyatakan, bahwa marketing mix adalah seperangkat unsur pemasaran yang dapat
dikendalikan oleh organisasi. Fungsinya adalah untuk mempengaruhi tanggapan
konsumen terhadap produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi dan
dikontrol dengan melihat kebutuhan secara individual dan kolektif agar tujuan
pemasaran dapat berhasil. Hal ini dilakukan dengan kerangka kerja untuk
mempertimbangkan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi
penggunaan layanan suatu organisasi.
Pada
tahun 1990an Kotler memperkenalkan konsep baru
dari sebuah paradigma pengguna, yaitu paradigma 4C (yang merupakan buyer paradign) yang menggantikan
paradigma 4P yang secara umum sebagai paradigma pemasar (seller’s paradigm). Hal tersebut dikatakan akan bermanfaat bagi
pustakawan dan profesi informasi. Perubahan strategi dan pendekatan 4C yang
disampaikan oleh Kotler menjadi sebuah bauran yang lebih mudah diterima oleh
kalangan pustakwan dan professional informasi.
Perubahan
dari paradigma 4P menjadi 4C, menurut Saez (1993 : 39) adalah sebagai berikut :
- Product menjadi value to Client or User, Costumer value.
- Price menjadi Cost to the costumer and includes time and energi cost.
- Place menjadi Convinience.
4. Promotion menjadi Communication.
Penerapan Bauran Pemasaran
dalam Pelayanan Perpustakaan
Sebagaimana
telah diungkapkan di atas, meskipun
dikatakan sebagai organisasi nirlaba, perpustakaan sebagai sebuah
organisasi yang memberikan pelayanan kepada pemustaka, tetaplah dituntut untuk
dapat memberikan pelayanan yang baik. Sebuah pelayanan di perpustakaan dapat
dinilai baik, apabila pelayanan tersebut dapat memberikan nilai kepuasan bagi
pemustakanya.
Banyak hal yang
dapat dilakukan oleh perpustakaan untuk dapat memberikan kepuasan kepada
pemustaka. Salah satu hal yang dapat diberikan oleh perpustakaan untuk dapat
memberikan kepuasan kepada pemustaka adalah dengan memberikan pelayanan yang
baik kepada mereka. Adanya penerapan sebuah konsep layanan yang berorientasi
kepada pemustaka sangatlah diperlukan, karena fungsi dari lembaga informasi adalah
untuk mendekatkan kebutuhan pemustaka. Lembaga informasi/ perpustakaan memiliki
tugas untuk memfasilitasi, bukan untuk mensabotase kebutuhan pengguna (Raddom,
1996 : 112).
Dalam dunia pemasaran dikenal sebuah
konsep yang dikenal dengan bauran pemasaran dengan paradigma 4C, yaitu sebuah
konsep pemasaran yang berorientasi kepada konsumen dalam menjual produknya.
Apabila diterapkan di perpustakaan, produk yang dijual dalam hal ini adalah
jasa yang diberikan oleh perpustakaan kepada pemustaka. Salah satu bentuk jasa
dalam hal ini adalah pelayanan informasi yang diberikan perpustakaan kepada pengguna.
Bauran
pemasaran (marketing mix) juga
dikenal sebagai kelompok kiat pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk
mencapai target market. Fungsinya
adalah untuk mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap produk atau jasa yang
dihasilkan oleh organisasinya. Konsep bauran pemasaran tidak mutlak milik
perusahaan atau organisasi bisnis, tetapi juga dapat diterapkan pada
perpustaka.
Dinyatakan
oleh Corral (1999 : 247), bahwa dalam
proses pemasaran, akan menyentuh elemen-elemen pemasaran dari hari ke
hari, misalnya interaksi antara pustakawan dengan dengan pemustaka, termasuk
disini adanya penyediaan waktu untuk mengadakan pertemuan dengan pemustaka. Ada
beberapa kegiatan perpustakaan yang secara eksplisit terkait dengan proses
pemasaran misalnya survey perilaku pemustaka dan lainya.
Bauran pemasaran (marketing
mix) dengan paradigma 4C yang terdiri dari costumer value, cost to the costumer, convenience dan communication. Konsep tersebut saling
berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya untuk
mencapai tujuan yang maksimal. Berikut ini diuraikan bauran pemasaran 4C
dalam perpustakaan sebagai berikut :
1. Costumer value
Pemustaka akan menilai kebutuhannya
dapat terpenuhi atau tidak di perpustakaan, dengan demikian costumer need and want pemustaka
merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan sebuah produk
atau jasa di perpustakaan. Suatu perpustakaan harus menetapkan sistem-sistem
yang akan membantu peluncuran produk-produk baru yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan keinginan pemustaka. Misalnya pengadaan pelayanan sore sampai dengan malam hari, seharusnya
benar-benar merupakan keinginan dan kebutuhan dari pemustaka. Dalam hal
tersebut penilaian pemustaka merupakan pandangan yang menguntungkan dan
merupakan salah satu kunci dalam pemasaran perpustakaan. Perpustakaan harus
dapat memenuhi kebutuhan kognitif dari para pemustaka, hal ini berkaitan erat
dengan dengan kebutuhan untuk memperkuat informasi, pengetahuan, dan pemahaman
seseorang terhdap lingkungannya.
Kebutuhan
tersebut di atas harus menjadi perhatian pihak perpustakaan, karena menyangkut
pada hasrat atau keinginan seseorang untuk memahami dan menguasi lingkungannya.
Selain itu, kebutuhan tersebut juga dapat memberikan kepuasan atas hasrat
keingintahuan dan penyelidikan seseorang (Yusup, 2009 : 338).
Dalam penerapan konsep ini, haruslah ada sesuatu hal yang dapat memberikan
nilai lebih bagi pemustaka pada saat memanfaatkan layanan di perpustakaan.
Pemustaka sebagai customer
perpustakaan semestinya mendapatkan nilai yang lebih ketika mereka mencukupi
kebutuhan informasinya di perpustakaan, seperti jam layanan yang lebih panjang
ketika perpustakaan membuka layanan sore hari. Dengan adanya nilai lebih yang
diberikan oleh perpustakaan diharapkan akan berdampak pada meningkatnya tingkat
kepuasan pemustaka ketika memanfaatkan layanan di perpustakaan
2. Cost to the Costumer
Sudut pandang tentang kegiatan
pemasaran di perpustakaan adalah bahwa kegiatan tersebut dimulai dengan
pemustaka dan persepsinya tentang biaya dan keuntungan yang diperoleh dari
perilaku yang diinginkan perpustakaan. Pemustaka menyeimbangkan perolehan keuntungan dari tindakan yang dilakukan
dengan biaya yang dikeluarkan. Pembayaran dengan sejumlah uang hanyalah salah
satu bentuk dari pengorbanan atau harga dalam makna ekonomi tradisional.
Harga akan
selalu berhubungan dengan biaya
pelanggan yang akan ditentukan, oleh sebab itu, perpustakaan harus
mempertimbangkan keseimbangan informasi yang diberikan dengan biaya yang harus
dikeluarkan oleh pemustaka. Dalam menentukan harga informasi haruslah selalu
berdasar pada analisis kemampuan dan kelemahan pemustaka dalam segi ekonomi,
dan sosial budaya terutama minat baca masyarakat berimbang dengan perpustakaan
sebagai lembaga pemberi jasa. Bila tidak terpenuhi, perpustakaan sebagai
lembaga informasi bisa ditinggalkan oleh pemustakanya.
Dalam
penerapan konsep ini, perpustakaan sebagai penyedia jasa layanan haruslah dapat
secara cermat menghitung besaran biaya yang dapat dikenakan kepada pemustaka
ketika mereka memanfaatkan jasa layanan di perpustakaan.
Contoh
penerapan dari konsep ini adalah jasa layanan pinjam antar perpustakaan. Dengan
adanya jasa tersebut dapat lebih menghemat waktu dan biaya yang harus
dikeluarkan
Dari uraian
di atas jelas bahwa perpustakaan harus dapat memberdayakan sumber-sumber
informasi baik yang ada didalam maupun di luar perpustakaan, dengan demikian
diharapkan perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan pemustaka sesuai dengan
keinginannya.
3. Convenience
Untuk
membuat suatu pertukaran, para pemasar harus mampu membuat kontak langsung
maupun tidak langsung dengan konsumen sasaran. Untuk masalah produk, hal
berarti bahwa barang-barang tersebut harus disampaikan dan didekatkan secara
fisik. Untuk pelayanan, berarti membuat
pelayanan tersebut tersedia di saat dan di tempat konsumen menggunakannya.
Dalam kasus
pemasaran perpustakaan, dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a.
Lokasi gedung yang strategis
Gedung perpustakaan hendaknya berlokasi di tengah-tengah
lingkungan masyarakat agar mudah diakses.
b.
Penempatan Perabotan dan
fasilitas
Perabotan dan fasilitas perpustakaan hendaknya diatur
sedemikian rupa sehingga dapat memperlancar aktivitas yang ada di perpustakaan.
c.
Penempatan bahan
perpustakaan/sumber informasi
Penyusunan dan penempatan
bahan perpustakaan di rak diatur secara sistematis dengan menggunakan standar
yang ada. Dengan penataan yang sistematis akan mempermudah dalam penempatan dan
penembuan kembali informsi/sumber informasi.
Dalam
penerapan konsep ini, perpustakaan juga harus dapat melihat dari kacamata
pemustaka sebagai customernya.
Perpustakaan harus dapat melihat
kemampuan pemustaka untuk dapat mengakses sumber-sumber informasi yang
ada. Sebagai sebuah “perusahaan” yang berorientasi kepada kepuasan “customer”, perpustakaan haruslah dapat
lebih mendekatkan diri kepada pemustaka dalam hal akses sumber-sumber informasi
yang dimilikinya. Adanya kemudahan untuk dapat mengakses sumber-sumber
informasi yang ada, secara tidak langsung akan dapat meningkatkan tingkat
kepuasan pemustaka sebagai customer
dari perpustakaan.
4. Communication
Komunikasi bukanlah suatu yang dapat
diabaikan oleh organisasi nirlaba, segala hal tentang organisasi, produk, staf,
fasilitas, dan tindakkan mengkomunikasikan sesuatu. Setiap organisasi
seharusnya memeriksa gaya, kebutuhan dan kesempatan komunikasinya serta
mengembangkan sutau program komunikasi yang dapat berpengaruh secara positif
dari segi biaya.
Tanggung jawab komunikasi suatu
organisasi mempunyai sasaran yang luas, namun komunikasi dalam konteks
pemasaran lebih ditekankan pada aspek promosi, bagaimana agar jasa dan layanan
perpustakaan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pengguna.
Termasuk bentuk komunikasi dalam
kaitannya dengan kegiatan promosi adalah penampilan fisik, kecepatan proses dan
penampilan/performans dari staf perpustakaan, seperti berikut :
a. Penampilan fisik
Walaupun
perkembangan teknologi informasi dan komunkasi sudah demikian pesat, tapi
proses “konsumsi” jasa perpustakaan hingga saat ini masih berlangsung di gedung
perpustakaan. Oleh karena itu
untuk menciptakan rasa nyaman bagi pengguna. Perlu sekali diciptakan ruangan
yang bersih, ditata dengan rapi, serasi dan menarik. Tersedianya fasilitas
gedung yang terawat dan terjaga dengan
baik seperti penerangan, serta fasilitas umum seperti mushola, toilet. Penataan ruang yang baik
menuntut perhatian yang terus menerus.
b. Kecepatan proses
Perpustakaan sebagai penghasil jasa informasi, memiliki ciri yang khas
yang berbeda dari organisasi penghasil barang. Pada organisasi penghasil barang, proses berbeda
jauh dari konsumen karena dilakukan di dalam pabrik. Konsumen menerima hasil
akhir lewat distributor-distributor.
Pada
organisasi penghasil jasa seperti perpustakaan proses produksi dan konsumsi
jatuh pada saat yang sama. Pustakawan perlu memahami dengan benar bahwa justru
proses produksi itulah yang dijual. Keseluruhan sistem berlangsung seperti
kebijakan, prosedur, aliran informasi, keterlibatan pemustaka dalam
penyelenggaraan jasa, akan sangat berpengaruh terhadap kesan yang diperoleh
pemustaka. Oleh sebab itu kelancaran dalam keseluruhan proses harus terus
menerus disempurnakan.
c. Kinerja pustakawan
Pihak yang mengerjakan proses dan
menghasilkan jasa layanan adalah pustakawan yang secara langsung berhadapan
dengan pemustaka. Sehingga
dikatakan bahwa variable inilah yang terpenting. Para pustakwan harus
berperilaku professional. Perilaku professional dapat terwujud, jika mereka
memiliki keahlian/keterampilan pemasaran, komunikasi dan lain-lainnya serta
memiliki jiwa seni (art), semangat
melayani yang konsisten atau berdedikasi dan berwawasan maju.
Konsep tersebut
adalah bagian terpenting dalam penerapannya di perpustakaan. Komunikasi menjadi
bagian terpenting ketika perpustakaan memberikan pelayanan kepada pemustaka.
Adanya komunikasi yang baik ketika memberikan pelayanan kepada pemustaka
menjadi kunci keberhasilan dalam sebuah layanan di perpustakaan. Dalam penerapan
konsep ini, pustakawan menjadi kunci pokok berhasil atau tidaknya komunikasi yang dibangun oleh perpustakaan
dengan pemustaka.
Konsep
kegiatan pemasaran di perpustakaan seperti tersebut di atas, kemudian akan
membawa dampak terbentuknya brand tentang perpustakaan. Brand sangat penting bagi perpustakaan agar perpustakaan dapat
tetap eksis di masyarakat.
Kotler,
Philip. 1997. Manajemen Pemasaran.
Jakarta : PT Prenhallindo.
Kotler,
Philip, Andreasen, Alan R. 1995. Strategi
Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba. Yogyakrata : Gadjah Mada University
Press.
Saez,
Eileen E. de. 1993. Marketing Concepts
for Libraries and Information Sevices. Library Association.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar